Selasa, 26 Juli 2016

Kisah Karomah Sahabat Nabi : Abu Bakar r.a.



Hasil gambar untuk abu bakar r.a

Kisah 1
'Abdurrahman bin Abu Bakar r.a. menceritakan bahwa ayahnya datang bersama tiga orang tamu hendak pergi makan malam dengan Nabi Saw. Kemudian mereka datang setelah lewat malam. Istri Abu Bakar bertanya, "Apa yang bisa kau suguhkan untuk tamumu?" Abu Bakar balik bertanya, "Apa yang kau miliki untuk menjamu makan malam mereka?" Sang istri menjawab, 'Aku telah bersiap-siap menunggu engkau datang." Abu Bakar berkata, "Demi Allah, aku tidak akan bisa menjamu mereka selamanya." Abu Bakar mempersilakan para tamunya makan. Salah seorang tamunya berujar, "Demi Allah, setiap kami mengambil sesuap makanan, makanan itu menjadi bertambah banyak. Kami merasa kenyang, tetapi makanan itu malah menjadi lebih banyak dari sebelumnya."Abu Bakar melihat makanan itu tetap seperti semula, bahkan jadi lebih banyak, lalu dia bertanya kepada istrinya, "Hai ukhti Bani Firas, apa yang terjadi?" Sang istri menjawab, "Mataku tidak salah melihat, makanan ini menjadi tiga kali lebih banyak dari sebelumnya." Abu Bakar menyantap makanan itu, lalu berkata, "Ini pasti ulah setan." Akhirnya Abu Bakar membawa makanan itu kepada Rasulullah Saw dan meletakkannya di hadapan beliau. Pada waktu itu, sedang ada pertemuan antara katun muslimin dan satu kaum. Mereka dibagi menjadi 12 kelompok, hanya Allah Yang Maha Tahu berapa jumlah keseluruhan hadirin. Beliau menyuruh mereka menikmati makanan itu, dan mereka semua menikmati makanan yang dibawa Abu Bakar. (HR Bukhari dan Muslim).

Hasil gambar untuk abu bakar r.a

Kisah 2
'Aisyah r.a. bercerita, 'Ayahku (Abu Bakar Shiddiq) memberiku 20 wasaq kurma (1 wasaq = 60 gantang) dari hasil kebunnya di hutan. Menjelang wafat, beliau berwasiat, `Demi Allah, wahai putriku, tidak ada seorang pun yang lebih aku cintai ketika aku kaya selain engkau, dan lebih aku muliakan ketika miskin selain engkau. Aku hanya bisa mewariskan 20 wasaq kurma, dan jika lebih, itu menjadi milikmu. Namun, pada hari ini, itu adalah harta warisan untuk dua saudara laki-laki dan dua saudara perempuanmu, maka bagilah sesuai aturan Al-Qur'an.' Lalu aku berkata, `Ayah, demi Allah, beberapapun jumlah harta itu, aku akan memberikannya untuk Asma', dan untuk siapa lagi ya?' Abu Bakar menjawab, `Untuk anak perempuan yang akan lahir."' (Hadis sahih dari `Urwah bin Zubair)Menurut Al Taj al-Subki, kisah di atas menjelaskan bahwa Abu Bakar r.a. memiliki duakaramah. Pertama, mengetahui hari kematiannya ketika sakit, seperti diungkapkan dalam perkataannya, "Pada hari ini, itu adalah harta warisan." Kedua, mengetahui bahwa anaknya yang akan lahir adalah perempuan. Abu Bakar mengungkapkan rahasia tersebut untuk meminta kebaikan hari `Aisyah r.a. agar memberikan apa yang telah diwariskan kepadanya kepada saudara-saudaranya, memberitahukan kepadanya tentang ketentuan-ketentuan ukuran yang tepat, memberitahukan bahwa harta tersebut adalah harta warisan dan bahwa ia memiliki dua saudara perempuan dan dua saudara laki-laki. Indikasi yang menunjukkan bahwa Abu Bakar meminta kebaikan hati 'Aisyah adalah ucapannya yang menyatakan bahwa tidak ada seorang pun yang ia cintai ketika ia kaya selain `Aisyah (putrinya). Adapun ucapannya yang menyatakan bahwa warisan itu untuk dua saudara laki-laki dan dua saudara perempuanmu menunjukkan bahwa mereka bukan orang asing atau kerabat jauh.
Ketika menafsirkan surah Al-Kahfi, Fakhrurrazi sedikit mengungkapkan karamah para sahabat, di antaranya karamah Abu Bakar r.a. Ketika jenazah Abu Abu Bakar dibawa menuju pintu makam Nabi Saw., jenazahnya mengucapkan "Assalamu alaika ya Rasulullah, Ini aku Abu Bakar telah sampai di pintumu." Mendadak pintu makam Nabi terbuka dan terdengar suara tanpa rupa dari makam, "Masuklah wahai kekasihku."

Kisah Karomah Sahabat Nabi : Umar Bin Khattab r.a..



"Umar Bin Khattab r.a."


Hasil gambar untuk 'Umar bin Khattab r.a.
Kisah 1
Ibnu Abi Dunya meriwayatkan bahwa ketika `Umar bin Khattab r.a. melewati pemakaman Baqi', ia mengucapkan salam, "Semoga keselamatan dilimpahkan padamu, hai para penghuni kubur. Kukabarkan bahwa istri kalian sudah menikah lagi, rumah kalian sudah ditempati, kekayaan kalian sudah dibagi." Kemudian ada suara tanpa rupa menyahut, "Hai `Umar bin Khattab, kukabarkan juga bahwa kami telah mendapatkan balasan atas kewajiban yang telah kami lakukan, keuntungan atas harta yang yang telah kami dermakan, dan penyesalan atas kebaikan yang kami tinggalkan." (Dikemukakan dalam bab tentang kubur).Yahya bin Ayyub al-Khaza'i menceritakan bahwa `Umar bin Khattab mendatangi makam seorang pemuda lalu memanggilnya, "Hai Fulan! Dan orang yang takut akan saat menghadap Tuhannya, akan mendapat dua surga (QS Al-Ralunan [55]: 46). Dari liang kubur pemuda itu, terdengar jawaban, "Hai 'Umar, Tuhanku telah memberikan dua surga itu kepadaku dua kali di dalam surga." (Riwayat Ibnu 'Asakir)
Hasil gambar untuk 'Umar bin Khattab r.a.
Kisah 2
Al Taj al-Subki mengemukakan bahwa salah satu karamah Khalifah 'Umar al-Faruq r.a. dikemukakan dalam sabda Nabi yang berbunyi, "Di antara umat-umat sebelum kalian, ada orang-orang yang menjadi legenda. Jika orang seperti itu ada di antara umatku, dialah 'Umar."
Hasil gambar untuk 'Umar bin Khattab r.a.
Kisah 3
Diceritakan bahwa `Umar bin Khattab r.a. mengangkat Sariyah bin Zanim al-Khalji sebagai pemimpin salah satu angkatan perang kaum muslimin untuk menycrang Persia. Di Gerbang Nihawan, Sariyah dan pasukannya terdesak karena jumlah pasukan musuh yang sangat banyak, sehingga pasukan muslim hampir kalah. Sementara di Madinah, `Umar naik ke atas mimbar dan berkhutbah. Di tengah-tengah khutbahnya, 'Umar berseru dengan suara lantang, "Hai Sariyah, berlindunglah ke gunung. Barangsiapa menyuruh esrigala untuk menggembalakan kambing, maka ia telah berlaku zalim!" Allah membuat Sariyah dan seluruh pasukannya yang ada di Gerbang Nihawan dapat mendengar suara `Umar di Madinah. Maka pasukan muslimin berlindung ke gunung, dan berkata, "Itu suara Khalifah `Umar." Akhirnya mereka selamat dan memperoleh kemenangan.
Al Taj al-Subki menjelaskan bahwa ayahnya (Taqiyuddin al-Subki) menambahkan cerita di atas. Pada saat itu, Ali menghadiri khutbah `Umar lalu ia ditanya, "Apa maksud perkataan Khalifah `Umar barusan dan di mana Sariyah sekarang?" Ali menjawab, "'Doakan saja Sariyah. Setiap masalah pasti ada jalan keluarnya." Dan setelah kejadian yang dialami Sariyah dan pasukannya diketahui umat muslimin di Madinah, maksud perkataan `Umar di tengah-tengah khutbahnya tersebut menjadi jelas
Menurut al Taj al-Subki, `Umar r.a. tidak bermaksud menunjukkan karamahnya ini, Allah-lah yang menampakkan karamahnya, sehingga pasukan muslimin di Nihawan dapat melihatnya dengan mata telanjang, seolah-olah `Umar menampakkan diri secara nyata di hadapan mereka dan meninggalkan majelisnya di Madinah sementara seluruh panca indranya merasakan bahaya yang menimpa pasukan muslimin di Nihawan. Sariyah berbicara dengan `Umar seperti dengan orang yang ada bersamanya, baik `Umar benar-benar bersamanya secara nyata atau seolah-olah bersamanya. Para wali Allah terkadang mengetahui hal-hal luar biasa yang dikeluarkan oleh Allah melalui lisan mereka dan terkadang tidak mengetahuinya. Kedua hal tersebut adalah karamah.
Kisah 4
Dalam kitab al-Syamil, Imain al-Haramain menceritakan Karamah 'Umar yang tampak ketika terjadi gempa bumi pada masa pemerintahannya. Ketika itu, 'Umar malah mengucapkan pujian dan sanjungan kepada Allah, padahal bumi bergoncang begitu menakutkan. Kemudian `Umar memukul bumi dengan kantong tempat susu sambil berkata, "Tenanglah kau bumi, bukankah aku telah berlaku adil kepadamu." Bumi kembali tenang saat itu juga. Menurut Imam al-Haramain, pada hakikatnya `Umar r.a. adalah amirul mukminin secara lahir dan batin juga sebagai khalifah Allah bagi bumi-Nya dan bagi penduduk bumi-Nya, sehingga `Umar mampumemerintahkan dan menghentikan gerakan bumi, sebagaimana ia menegur kesalahan-kesalahan penduduk bumi.

Kisah 5
Imam al-Haramain juga mengemukakan kisah tentang sungai Nil dalam kaitannya dengan karamah 'Umar. Pada masa jahiliyah, sungai Nil tidak mengalir sehingga setiap tahun dilemparlah tumbal berupa seorang perawan ke dalam sungai tersebut. Ketika Islam datang, sungai Nil yang seharusnya sudah mengalir, tenyata tidak mengalir. Penduduk Mesir kemudian mendatangi Amr bin Ash dan melaporkan bahwa sungai Nil kering sehingga diberi tumbal dengan melempar seorang perawan yang dilengkapi dengan perhiasan dan pakaian terbaiknya. Kemudian Amr bin Ash r.a. berkata kepada mereka, "Sesungguhnya hal ini tidak boleh dilakukan karena Islam telah menghapus tradisi tersebut." Maka penduduk Mesir bertahan selama tiga bulan dengan tidak mengalirnya Sungai Nil, sehingga mereka benar-benar menderita.'Amr menulis surat kepada Khalifah `Umar bin Khattab untuk menceritakan peristiwa tersebut. Dalam surat jawaban untuk 'Amr bin Ash, 'Umar menyatakan, "Engkau benar bahwa Islam telah menghapus tradisi tersebut. Aku mengirim secarik kertas untukmu, lemparkanlah kertas itu ke sungai Nil!" Kemudian Amr membuka kertas tersebut sebelum melemparnya ke sungai Nil. Ternyata kertas tersebut berisi tulisan Khalifah 'Umar untuk sungai Nil di Mesir yang menyatakan, "Jika kamu mengalir karena dirimu sendiri, maka jangan mengalir. Namun jika Allah Yang Maha Esa dan Maha Perkasa yang mengalirkanmu, maka kami mohon kepada Allah Yang Maha Esa dan Maha Perkasa untuk membuatmu mengalir." Kemudian 'Amr melempar kertas tersebut ke sungai Nil sebelum kekeringan benar-bcnar terjadi. Sementara itu penduduk Mesir telah bersiap-siap untuk pindah meninggalkan Mesir. Pagi harinya, ternyata Allah Swt. telah mengalirkan sungai Nil enam belas hasta dalam satu malam.
Kisah 6
Imam al-Haramain menceritakan karamah `Umar lainnya. 'Umar pernah memimpin suatu pasukan ke Syam. Kemudian ada sekelompok orang menghalanginya, sehingga 'Umar berpaling darinya. Lalu sekelompok orang tadi menghalanginya lagi, `Umar pun berpaling darinya lagi. Sekelompok orang tadi menghalangi `Umar untuk ketiga kalinya dan 'Umar berpaling lagi darinya. Pada akhirnya, diketahui bahwa di dalam sekelompok orang tersebut terdapat pembunuh 'Utsman dan Ali r.a.
Kisah 7
Dalam kitab Riyadh al-Shalihin, Imam Nawawi mengemukakan bahwa Abdullah bin `Umar r.a. berkata, "Setiap kali `Umar mengatakan sesuatu yang menurut prasangkaku begini, pasti prasangkanya itu yang benar."
Saya tidak mengemukakan riwayat dari Ibnu `Umar tersebut dalam kitab Hujjatullah 'ala al-'Alamin. Kisah tentang Sariyah dan sungai Nil yang sangat terkenal juga disebutkan dalam kitab Thabaqat al-Munawi al-Kubra. Dalam kitab tersebut juga dikemukakan karamah 'Umar yang lainnya yaitu ketika ada orang yang bercerita dusta kepadanya, lalu `Umar menyuruh orang itu diam. Orang itu bercerita lagi kepada `Umar, lalu Umar menyuruhnya diam. Kemudian orang itu berkata, "Setiap kali aku berdusta kepadamu, niscaya engkau menyuruhku diam."
Kisah 8
Diccritakan bahwa 'Umar bertanya kepada seorang laki-laki, "Siapa namamu?" Orang itu menjawab, "Jamrah (artinya bara)." `Umar bertanya lagi, "Siapa ayahmu?" Ia menjawab, "Syihab (lampu)." `Umar bertanya, "Keturunan siapa?" Ia menjawab, "Keturunan Harqah (kebakaran)." 'Umar bertanya, "Di mana tempat tinggalmu?" Ia menjawab, "Di Al Harrah (panas)." `Umar bertanya lagi, "Daerah mana?" Ia menjawab, "Di Dzatu Lazha (Tempat api)." Kemudian `Umar berkata, "Aku melihat keluargamu telah terbakar." Dan seperti itulah yang terjadi.
Kisah 9
Fakhrurrazi dalam tafsir surah Al-Kahfi menceritakan bahwa salah satu kampung di Madinah dilanda kebakaran. Kemudian `Umar menulis di secarik kain, "Hai api, padamlah dengan izin Allah!" 'Secarik kain itu dilemparkan ke dalam api, maka api itu langsung padam.
Kisah 10
Fakhrurrazi menceritakan bahwa ada utusan Raja Romawi datang menghadap `Umar. Utusan itu mencari rumah `Umar dan mengira rumah 'Umar seperti istana para raja. Orang-orang mengatakan, "'Umar tidak memiliki istana, ia ada di padang pasir sedang memerah susu." Setelah sampai di padang pasir yang ditunjukkan, utusan itu melihat `Umar telah meletakkan kantong tempat susu di bawah kepalanya dan tidur di atas tanah. Terperanjatlah utusan itu melihat `Umar, lalu berkata, "Bangsa-bangsa di Timur dan Barat takut kepada manusia ini, padahal ia hanya seperti ini. Dalam hati ia berjanji akan membunuh `Umar saat sepi seperti itu dan membebaskan ketakutan manusia terhadapnya. Tatkala ia telah mengangkat pedangnya, tiba-tiba Allah mengeluarkan dua harimau dari dalam bumi yang siap memangsanya. Utusan itu menjadi takut sehingga terlepaslah pedang dari tangannya. 'Umar kemudian terbangun, dan ia tidak melihat apa-apa. 'Umar menanyai utusan itu tentang apa yang terjadi. Ia menuturkan peristiwa tersebut, dan akhirnya masuk Islam.
Menurut Fakhrurrazi, kejadian-kejadian luar biasa di atas diriwayatkan secara ahad (dalam salah satu tingkatan sanadnya hanya ada satu periwayat). Adapun yang dikisahkan secara mutawatir adalah kenyataan bahwa meskipun `Umar menjauhi kekayaan duniawi dan tidak pernah memaksa atau menakut-nakuti orang lain, ia mampu menguasai daerah Timur dan Barat, serta menaklukkan hati para raja dan pemimpin. Jika anda mengkaji buku-buku sejarah, anda tak akan menemukan pemimpin seperti 'Umar, sejak zaman Adam sampai sekarang. Bagaimana 'Umar yang begitu menghindari sikap memaksa bisa menjalankan politiknya dengan gemilang. Tidak diragukan lagi, itu adalah karamahnya yang paling besar.

Kisah Karomah Sahabat Nabi : Abdullah Bin Umar r.a.



 
Dalam kitab Al-Thabaqat, Al-Subki menceritakan bahwa Abdullah bin 'Umar pernah berbicara dengan seekor singa yang mengaum dan menghadang orang-orang di tengah jalan. Singa itu mengibaskan ekornya, lalu pergi. (Dikemukakan dalam kitab Hujjatullah 'ala al-Alamin).
Riwayat senada juga dikemukakan dalam kitab Thabaqah karya Al-Munawi. Diceritakan bahwa ketika Abdullah bin 'Umar sedang menempuh suatu perjalanan, ada seekor singa menghalangi orang-orang di tengah jalan. Ia menghentikan untanya, lalu turun menghampiri singa itu, menggosok telinganya, dan menyingkirkannya dari tengah jalan. Abdullah bin `Umar mengatakan bahwa ia pemah mendengar Rasuulah Saw bersabda, "Jika manusia hanya takut kepada Allah, maka tidak ada hal lain yang bisa menguasainya."
Hal senada juga dinyatakan dalam kitab Al-Risalatal-Qusyairiyyah, "Sesungguhnya yang menguasai manusia adalah sesuatu yang menakutkannya. Jika manusia hanya takut kepada Allah, maka tak ada apa pun yang bisa menguasainya."

Senin, 25 Juli 2016

Al quran: Mengungkap fakta kehidupan di planet lain

Kita semua mengetahui bahwa bumi yang kita diami ini tak lebih dari sebutir debu dialam semesta yang amat besar dan megah, dan yang penuh dengan kehidupan dan makhluk hidup. Memang mungkin saja bumi kita ini adalah sebutir pasir diatas pantai wujud semesta yang amat sangat luas, yang batas-batasnya tak terjangkau oleh khayalan kita !
Kita lebih lagi merasakan luasnya kerajaan langit apabila kita ikuti hasil penelitian para ahli ilmu falak atau Astronomi sebagai hasil dari pengamatan mereka yang tidak henti-hentinya terhadap ruang angkasa.
Hasil gambar untuk Al quran: Mengungkap fakta kehidupan di planet lain

Kita akan menjadi orang-orang dungu apabila mengira bahwa hanya kitalah satu-satunya makhluk hidup dalam wujud semesta yang maha luas ini yang dikatakan juga dalam AlQur'an sebagai 'Arsy Allah.

Logikanya, seseorang yang membangun gedung pencakar langit tidak akan membiarkan angin menerpa bagian terbesar dari sisi-sisinya yang dibiarkannya kosong, seraya merasa cukup dengan penghunian satu kamar saja diantara lorong-lorongnya !
Hasil gambar untuk Al quran: Mengungkap fakta kehidupan di planet lain
Sesungguhnyalah alam ini penuh sesak dengan makhluk hidup yang dicipta oleh Allah Swt yang merupakan sebagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah. Maka jika manusia mengira bahwa mereka adalah satu-satunya yang meliputi kehidupan, sungguh mereka telah terkelabuhi oleh diri sendiri.

Selain itu adanya ketidak percayaan manusia bahwa jika dalam setiap planet-planet diluar bumi kita ini berhunikan makhluk hidup sebagaimana halnya dengan manusia, akan menyebabkan gagalnya konsep dari ajaran agama Kristen Trinitas yang dipeluk oleh mayoritas penduduk dunia saat ini dengan menyatakan bahwa Tuhan itu beranak dibumi ini dengan nama Jesus.

Mereka kehilangan daya untuk menentukan apakah Tuhan telah beranak pula diplanet lain dalam tata surya ini mengingat diplanet-planet itu ada masyarakat manusia pula, lalu apakah sedemikian genitnya Tuhan itu dengan keranjingan beranak pinak ?

Dengan memperhatikan AlQur'an suci, wahyu Allah yang diberikan kepada Rasulullah Muhammad Saw Al-Amin sang Nabi penutup, kita akan mengetahui hal tersebut dengan jelas bahwa Allah itu adalah Tuhan yang Maha Esa, Tidak beranak dan Tidak diperanakkan serta Dia maha Kuasa atas segala sesuatunya tanpa harus ada partner didalam menjalankan kesemuanya itu.

Khusus untuk masalah yang menjadi tanda tanya para ahli pikir abad 20 mengenai kehidupan diluar planet bumi kita ini Allah berfirman dalam AlQur'an :

Dan diantara ayat-ayatNya adalah menciptakan langit dan bumi
Dan makhluk-makhluk hidup yang Dia sebarkan pada keduanya.
Dan Dia Maha Kuasa mengumpulkan semuanya apabila dikehendaki-Nya.
(QS. 42:29)

Kepada Allah sajalah bersujud semua makhluk hidup yang berada di langit dan di bumi dan para malaikat, sedang mereka /malaikat/ tidak menyombongkan diri. (QS. 16:49)

Tasbih bagiNya planet-planet, bumi dan semua yang ada di dalamnya. Bahwa mereka itu hanya tasbih dengan memuji Dia, tetapi kamu tidak mengerti caranya mereka. Sungguh, Dia Maha Penyantun lagi Maha Pengampun. (QS. 17:44)

Hai manusia ! Sembahlah Tuhan-mu yang telah menjadikan kamu dan orang-orang sebelum kamu, agar kamu terpelihara.
(QS. 2:21)

Makhluk-makhluk yang ada diplanet dan bumi memerlukan Dia, setiap waktu Dia dalam kesibukan.
(QS. 55:29)

Tidak ada satu makhlukpun diplanet dan di bumi, kecuali akan datang kepada Yang Maha Pemurah selaku seorang hamba. (QS. 19:93)

Ayat-ayat seperti itu banyak sekali. Dari sana kita mengetahui bahwa Bani Adam yang ada diplanet bumi kita ini hanyalah satu jenis makhluk diantara makhluk-makhluk hidup lainnya, bukan satu-satunya makhluk hidup.
Hasil gambar untuk Al quran: Mengungkap fakta kehidupan di planet lain
Pada pembahasan yang lalu, yaitu tentang Nabi Adam dan istrinya yang dulu bertempat tinggal di bumi Muntaha sebagai bumi yang letaknya pada galaksi terjauh dan tertinggi dimensinya serta pembahasan mengenai perjalanan Mi'raj Rasulullah Muhammad Saw Al-Amin kembali pada dimensi tertinggi itu, kita sudah mengenal ada banyaknya langit dan bumi didalam bentangan alam semesta ini.
Dan sekedar untuk mengingatkan kita saja, mari kita perhatikan kembali firman Allah berikut ini :

Allah lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi.
Perintah /hukum-hukum/ Allah berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwasanya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya Allah, ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu.
(QS. 65:12)

Dari ayat 65/12 diatas nyatalah bahwa yang dimaksud Qur'an dengan istilah Samawaat adalah planet-planet yang bersamaan wujud dan rupanya dengan bumi kita ini.

Menurut ketentuan tata bahasa, istilah itu berasal dari Samaa' sebagai singular dari samawaat, namun wujud dan keadaannya ternyata berbeda. Samaa' berarti angkasa atau atmosfir dimana hujan turun membasahi bumi, sedangkan samawaat berarti planet-planet yang bersamaan wujudnya dengan bumi.

Jika kita memperhatikan maksud dari ayat 42/29 yang kita tuliskan pada bagian awal, maka akan semakin jelas diketahui bahwa Samawaat adalah planet-planet dimana makhluk yang berjiwa hidup berkembang biak seperti yang berlaku diplanet bumi kita ini, dan menurut ayat 24/45 berikut dapat kita ketahui bahwa yang dimaksud dengan makhluk berjiwa atau istilah Qur'annya Dabbah adalah yang berjalan dengan perutnya, dengan empat kaki (sama halnya dengan hewan) dan atas dua kaki sebagaimana keadaan manusia.

Dan Allah telah menciptakan semua jenis makhluk hidup dari Almaa', diantara mereka ada yang berjalan atas perutnya /melata/, dan dari mereka ada yang berjalan atas dua kaki /manusia/ serta dari mereka ada yang atas empat kaki. Allah menciptakan apa yang dikehendaki-Nya, karena sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu.
(QS. 24:45)

Tentu ada orang yang mengartikan istilah Dabbah yang termuat pada ayat 42/29 itu dengan berbagai istilah, tetapi ayat 24/45 telah menerangkan arti istilah itu sejelas-jelasnya. Dan dari semua itu didapatlah kepastian bahwa dipermukaan planet dalam tata surya juga hidup makhluk-makhluk yang berupa hewan melata atau hewan berkaki empat serta makhluk hidup yang berupa manusia, berjalan dengan kedua kakinya seperti yang berkembang biak diplanet bumi kita ini.

Sementara itu Allah menyatakan mengenai aneka ragam jenis dan sifat Dabbah itu, sebagaimana pada surah 8:22 bahwa Dabbah yang jahat ialah orang-orang yang tidak memikirkan hidupnya, dan pada surah 8:55 dinyatakan pula sebagai Dabbah yang kafir menurut hukum Islam.

Kembali pada surah 65/12 diatas bahwa Samawaat adalah planet-planet yang bersamaan wujud dan rupanya dengan bumi kita ini. Dalam ayat-ayatnya yang lain secara tersirat, AlQur'an juga mempertegas dengan mengatakan bahwa dibumi-bumi lainnya itu ada tumbuhan, bebatuan dan lain sebagainya.

"Hai anakku, sekiranya ada seberat biji sawi yang berada dalam batu karang yang besar atau di planet ataupun didalam bumi ini, Allah akan menunjukkannya. Sungguh, Allah itu Maha Halus lagi Maha Mengetahui." (QS. 31:16)

Tidakkah kamu perhatikan bahwa Allah telah mengedarkan untukmu apa yang diplanet dan apa yang di bumi serta menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan batin ? Dan di antara manusia ada yang membantah tentang Allah tanpa ilmu pengetahuan atau petunjuk dan tanpa Kitab yang memberi penerangan. (QS. 31:20)

Katakanlah: "Serulah mereka yang kamu anggap selain Allah ! Tidaklah mereka memiliki seberat zarrahpun diplanet dan tidak pula di bumi ini, karena mereka tidak bersekutu pada keduanya dan tiada mereka sebagai pembantu bagiNya". (QS. 34:22)

Adanya kehidupan dipermukaan planet-planet pada bahagian langit yang lainnya sebagaimana maksud ayat-ayat suci yang telah kita kutipkan diatas, dapatlah dijadikan anak kunci bagi membuka lembaran baru tentang Astronomi yang dalam teori sarjana-sarjana barat selama ini terkandung keraguan dan kontradiksi yang tidak terpecahkan.

Adanya UFO /Unidentifiet Flying Objects/ yang pesawatnya berbentuk piring terbang, ribuan kali telah terlihat nyata diangkasa bumi, begitupun pendapat-pendapat yang sering kita dengar bahwa pesawat itu dikendalikan dan diawaki oleh manusia cerdas dari planet lain /ETI = Extra Terrestrial Intelligence Being/ menjadi alasan positif yang menguatkan pendapat adanya kehidupan manusia dan juga makhluk-makhluk hidup lainnya yang bermasyarakat sebagaimana yang berlaku dibumi.

Peradaban mereka yang sedemikian majunya sehingga mereka bisa melawan hukum-hukum alam yang manusia bumi abad ke-20 ini belum mampu melakukannya, hal ini terlihat dengan mampunya UFO itu terbang mengambang diatas permukaan bumi tanpa adanya pengaruh apapun dari gaya gravitasi bumi yang didalam AlQur'an disebut dengan Rawasia yang selalu diterjemahkan oleh para penafsir Qur'an selama ini dengan pengertian Gunung.

Kita bisa menerima kenyataan ini bila kita mau berpikir bahwa sebelum Nabi Adam as dan istrinya bertempat tinggal diplanet bumi kita ini, mereka terlebih dahulu singgah dan menetap serta berketurunan dibumi-bumi lainnya dalam bentangan tata surya Tuhan hingga pada masa waktu tertentu sesuai dengan ketetapan yang diberikan oleh Allah, mereka hijrah kebumi yang lainnya sampai pada planet bumi kita ini sebagai bumi terakhir yang akhirnya pula sebagai tempat wafat mereka dan bersemayamnya jasad mereka.

Menurut riwayat yang ada, makam atau kuburan dari istri Nabi Adam yang sering disebut orang dengan nama Siti Hawa, terletak dikota Jeddah, berukuran sangat panjang (ingat bahwa manusia pertama kalinya diciptakan oleh Allah dengan bentuk dan tubuh tinggi - lihat Hadist Qudsi yang pernah saya tuliskan pada artikel : Misteri Adam manusia pertama).

Kota Jeddah sendiri berartikan "Nenek".
Hanya saja bagaimanapun rujukan yang pasti, termasuk Hadist Rasulullah Saw yang menjelaskan mengenai kuburan Hawa tersebut belum pernah saya dapatkan dan saya baca.

Dan Dialah yang menciptakan kamu dari seorang diri, hal yang ditentukan dan hal yang ditumpangkan. Sungguh telah Kami jelaskan pertanda-pertanda Kami kepada orang-orang yang mengetahui. (QS. 6:98)

Tidak heran jika penduduk bumi lain diluar planet kita ini yang secara silsilah adalah masih saudara kita sendiri, sudah mencapai tekhnologi yang begitu tinggi karena memang mereka sudah lebih dulu ada daripada kita, sehingga sedikit banyaknya mereka telah berhasil menyibak beberapa rahasia alam, termasuk masalah penolakan kepada gaya alami, gravitasi bumi.

Allah selalu menekankan kepada manusia agar mau memikirkan penciptaan langit dan bumi dalam hampir setiap ayat-ayat AlQur'an, ini menunjukkan betapa Allah sebenarnya ingin agar manusia menaruh perhatian mereka dalam sektor penerbangan luar angkasa agar mereka lebih bisa menyaksikan kemaha kuasaan Tuhan yang terbentang luas dialam semesta dan menepis isyu-isyu sesat bahwa Allah mempunyai sekutu didalam kebesaranNya.

Ada dua kendaraan yang pada umumnya dipakai manusia dalam catatan sejarah para ahli, yaitu : yang memakai tenaga menolak untuk maju seperti hewan, mobil, kapal laut atau kapal udara; yang lainnya memakai tenaga lenting atau centrifugal seperti pesawat terbang.

Dan Dialah yang menciptakan semuanya berpasang-pasangan. Dan Dia jadikan untukmu yang kamu kendarai dari benda terapung /fulku/ dan binatang ternak. Agar kamu duduk di atas punggungnya kemudian kamu memikirkan nikmat Tuhanmu apabila kamu telah duduk di atasnya; dan supaya kamu mengucapkan:"Maha Suci Dia yang telah menundukkan semua ini bagi kami padahal sebelumnya kami tidak mampu menguasainya, sungguh kami akan kembali kepada Tuhan kami.
(QS. 43:12-14)

Kedua macam kendaraan ini oleh ayat 43/12-14 diatas disebutkan dengan kendaraan terapung dan ternak.
Yang dimaksud dengan ternak adalah kuda, unta, keledai dan sebagainya. Benda terapung adalah segala macam kendaraan yang diwujudkan oleh tekhnologi manusia tentulah termasuk dalamnya piring terbang !

MasyaAllah, sejak 14 abad yang lalu, AlQur'an sudah menyatakan bahwa manusia pada saatnya nanti akan mampu mengendarai suatu benda terapung yang dulu tidak bisa dilakukannya.

Hal tersebut untuk sejarah umat manusia bumi pra Rasulullah hingga kini baru sekarang dapat melakukan pendudukan atas benda terapung itu, yaitu kapal laut dengan segala jenisnya serta pesawat terbang dengan berbagai bentuk dan kemampuannya, dan mengingat AlQur'an itu sebagai wahyu Allah yang bersifat sepanjang jaman, maka ramalan Qur'an itu akan terus berkelanjutan hingga pada puncaknya nanti manusia mampu pula menciptakan dan mengendarai piring terbang sebagai salah satu benda terapung yang sebelumnya tidak mampu menguasainya.

Semua itu membuktikan bahwa manusia pada waktunya kelak InsyaAllah, akan mampu melakukan perjalanan antar planet dan antar galaksi serta berkomunikasi dan bahkan membentuk satu community bersama makhluk-makhluk hidup lainnya dari berbagai bumi disemesta alam ini pada masanya kelak sebagaimana yang selama ini hanya kita khayalkan melalui serial StarTrex, Babilon 5, Superman, Independence Day dan lain sebagainya.

Dalam peradaban modern masa depan itu, manusia bumi umumnya akan memakai piring terbang atau malah yang lebih canggih lagi daripada itu sebagai kendaraannya, yang kecepatannya mendekati kecepatan sinar atau juga malah melebihinya hingga mendekati kecepatan Buraq sebagai kendaraan inter dimensi Rasulullah Muhammad Saw Al-Amin 14 abad yang lampau.

Kamis, 21 Juli 2016

Mencapai Mahabbah (Kecinta) Allah SWT.


PENGERTIAN MAHABBAH
Mahabbah (cinta) menurut para ulama tasawuf berarti “kehendak”, yaitu kehendak-Nya untuk melimpahkan rahmat secara khusus kepada hamba, sebagaimana kasih sayang-Nya bagi hamba adalah kehendak pelimpahan nikmat-nya. Jadi, cinta (mahabbah) lebih khusus dari pada rahmat. Kehendak Allah swt. dimaksudkan untuk menyampaikan pahala dan nikmat kepada si hamba. Dan inilah yang disebut rahmat. Sedangkan kehendak-Nya untuk mengkhususkan kepada hamba, suatu kedekatan dan ihwal rohani yang luhur disebut sebagai mahabbah.

Kata mahabbah berasal dari kata ahabba, yuhibbu, mahabatan, yang secara harfiah berarti mencintai secara mendalam, atau kecintaan atau cinta yang mendalam.[1] Dalam Mu’jam al-Falsafi, Jamil Shaliba mengatakan mahabbah adalah lawan dari al-baghd, yakni cinta lawan dari benci.[2] Al-Mahabbah dapat pula berarti al-wadud, yakni yang sangat kasih atau penyayang. [3] Selain itu al-Mahabbah dapat pula berarti kecenderungan kepada sesuatu yang sedang berjalan, dengan tujuan untuk memperoleh kebutuhan yang bersifat material maupun spiritual, seperti cintanya seseorang yang kasmaran pada sesuatu yang dicintainya, orang tua pada anaknya, seseorang pada sahabatnya, suatu bangsa terhadap tanah airnya, atau seorang pekerja kepada pekerjaannya. Mahabbah pada tingkat selanjutnya dapat pula berarti suatu usaha sungguh-sungguh dari seseorang untuk mencapai tingkat rohaniah tertinggi dengan tercapainya gambaran Yang Mutlak, yaitu cinta kepada Tuhan.

Kata Mahabbah tersebut selanjutnya digunakan untuk menunjukkan pada suatu paham atau aliran dalam tasawuf. Dalam hubungan ini mahabbah obyeknya lebih ditujukan pada Tuhan. Dari sekian banyak arti mahabbah yang dikemukakan di atas, tampaknya da juga yang cocok dengan arti mahabbah yang dikehendaki dalam tasawuf, yaitu mahabbah yang artinya kecintaan yang mendalam secara ruhian pada Tuhan.
Seperti telah dijelaskan, bahwa bagian terpenting dari tujuan sufi adalah memperoleh hubungan langsung dengan Tuhan sehingga dirasakan dan disadari berada di hadirat Tuhan. Keberadaan di hadirat Tuhan itu diyakini sebagai kenikmatan dan kebahagiaan yang hakiki.

Menurut istilah (terminologi), para ahli berbeda pendapat, namun intinya sama. Pendapat tersebut dihimpun sebagai berikut:

1) Al-Ghazali; mahabbah ialah cinta kepada Allah itu adalah maqom yang terakhir dan derajat yang paling tinggi dari segala maqom yang sesudahnya yaitu buahnya dari segala maqom yang sebelumnya. Ini merupakan pendahuluan untuk mencapai cinta kepada Allah.

2) Syekh Jalaluddin; mahabbah ialah termasuk maqom yang sangat penting dalam tasawuf. Cinta tersebut merupakan suatu dorongan kesadaran melalui saluran syariat, bukan sejenis cinta yang melahirkan ucapan-ucapan syahwat yang sering berlawanan dengan pokok-pokok ajaran syariat. Rasa cinta inilah yang mengalahkan hawa nafsu sehingga merasa lezat mentaati semuaajaran syariat. Kasih kepada semua yang dikasihi Allah dan benci kepada semua yang dibenci Allah.

Menurut Syekh Jalaluddin dalam kitabnya “Sinar keemasan” yang menyatakan bahwa aku telah menyaksikan sendiri kasih sayang Tuhanku. Aku telah merasakan kesucian cinta-Nya. Karena Ridha dan sayangnya dilimpahkan nikmat-Nya kepadakau. Ucapan ini menunjukkan bahwa Syekh Jalaluddin mengaku telah sampai pada maqam terakhir dan derajat yang paling tinggi di dalam suluknya, yakni maqam cinta dan ridha bahkan telah syuhud (menyaksikan) kasih sayang Tuhannya dan merasakan ridha-Nya atau dengan kata lain sebagai seorang salik telah sampai pada tujuan terakhir yang disebut ma’rifat yang sesungguhnya.

3) Al-Palimbani; mahabbah ialah ma’rifah hakiki yang lahir dari cinta, tetapi cinta yang hakiki kepada Allah itu hanya lahir dari ma’rifah. Mahabbah dan ma’rifah itu adalah dua hal yang masing-masing merupakan sebab tetap juga akibat dari yang lain. Kasih pada Allah tatkala itu, membawa kepada ma’rifah. Ma’rifah Allah tatkal itu melazimkan sebanar-benar kasih Allah Ta’ala.

4) Imam Qusyairi; mahabbah ialah kondisi yang mulia telah disaksikan Allah swt. Melalui cintanya itu, bagi hamba telah memperma’lumkan cintanya kepada Allah. Karenanya Allah swt. disifati sebagai yang mencintai hamba dan sihamba disifati sebagai yang mencintai Allah swt.
Pengertian mahabbah dari segi tasawuf ini lebih lanjut dikemukakan al-Qusyairi sebagai berikut:

اَلْمَحَبَّةُ حَالَةٌ شَرِيْفَةٌ شَهِدَاْلحَقَّ سُبْحَانَهُ بِهَالِلْعَبْدِ وَاَخْبَرَعَنْ مَحَبَّتِهِ لِلْعَبْدِ فَالْحَقُّ سُبْحَانَهُ يُوْصَفُ بِاَنَّهُ يُحِبُّ الْعَبْدَ وَالْعَبْدُ يُوْصَفُ بِاَنَّهُ يُحِبُّ الْحَقَّ سُبْحَا نَهُ
Al-Mahabbah adalah merupakan hal (keadaan) jiwa yang mulia yang bentuknya adalah disaksikannya (kemutlakan) Allah SWT, oleh hamba, selanjutnya yang dicintainya itu juga menyatakan cinta kepada yang dikasihi-Nya dan yang seorang hamba mencintai Allah SWT.

Mahabbah (kecintaan) Allah kepada hamba yang mencintai-Nya itu selanjutnya dapat mengambil bentuk iradah dan rahmah Allah yang diberikan kepada hamba-Nya dalam bentuk pahala dan nikmat yang melimpah. Mahabbah berbeda dengan al-raghbah, karena mahabbah adalah cinta yang tanpa dibarengi dengan harapan pada hal-hal yang bersifat duniawi, sedangkan al-raghbah cinta yang disertai perasaan rakus, keinginan yang kuat dan ingin mendapatkan sesuatu, walaupun harus mengorbankan segalanya.

5) Harun Nasution; mahabbah ialah cinta, yang dimaksudkan adalah cinta kepada Allah swt. Lebih lanjut Harun Nasution mengatakan, pengertian yang diberikan kepada mahabbah antara lain yang berikut:

a. Memeluk kepatuhan pada Tuhan dan membenci sikap melawan kepada-Nya
b. Menyerahkan seluruh diri kepada yang dikasihi.
c. Mengosongkan hati dari segala-galanya kecuali dari yang dikasihi, yaitu Tuhan.

6) Al-Sarraj; mahabbah mempunyai tiga tingkatan, yaitu mahabbah orang biasa, mahabbah orang shidiq dan mahabbah orang yang arif.

a) Mahabbah orang biasa mengambil bentuk selalu mengingat Allah dengan zikir, suka menyebut nama-nama Allah dan memperoleh kesenangan dalam berdialog dengan Tuhan. Senantiasa memuji Tuhan.
b) Mahabbah orang shidiq adalah cinta orang yang kenal pada Tuhan, pada kebesaran-Nya, pada kekuasaan-Nya, pada ilmu-Nya dan lain-lain. Cinta yang dapat menghilangkan tabir yang memisahkan diri seorang dari Tuhan dan dengan demikian dapat melihat rahasia-rahasia yang ada pada Tuhan. Ia mengadakan dialog dengan Tuhan dan memperoleh kesenangan dari dialog itu. Cinta tingkat kedua ini membuat orangnya sanggup menghilangkan kehendak dan sifat-sifatnya sendiri, sedang hatinya penuh dengan perasaan cinta pada Tuhan dan Selalu rindu pada-Nya.
c) Mahabbah orang arif adalah cinta orang yang tahu betul pada Tuhan. Cinta serupa ini timbul karena telah tahu betul pada Tuhan. Yang dilihat dan dirasa bukan lagi cinta, tetapi diri yang dicintai. Akhirnya sifat-sifat yang dicintai masuk ke dalam diri yang mencintai.

Ketiga tingkat mahabbah tersebut tampak menunjukkan suatu proses mencintai, yaitu mulai dari mengenal sifat-sifat Tuhan dengan menyebut-Nya melalui zikir, dilanjutkan dengan leburmya diri (fana) pada sifat-sifat Tuhan itu, dan akhirnya menyatukebal (baqa) dalam sifat Tuhan. Dari ketiga tingkatan ini tampaknya cinta yang terakhirlah yang ingin dituju oleh mahabbah.

7) Abu Ali Dadaq; mahabbah ialah suatu sikap mulia yang dikaruniakan Allah kepada hamba yang dikehendakiNya. Allah memberitahukan bahwa Dia mencintai hambaNya dan hambaNya pun harus mencintaiNya.

8) Abu Ya’kub; hakekat mahabbah ialah lupa terhadap kepentingan sendiri, karena mendahulukan kepentingan Allah swt.

9) Ibnu Qasim; mahabbah sesungguhnya sifat Allah dan segala kesempurnaan-Nya, hakekat asma alhusna yang menarik hati untuk mencintai-Nya untuk mendorong manusia mencapai Allah. Hati hanya mencintai yang sudah dikenal-Nya, ditakuti, diharapkan dan dirindukanNya. Ia merasa lapang karena dekat diri kepadaNya. Jadi karena kenal kepada sifat itulah manusia mencintai Allah. Manusia dapat mencapainya dengan kasyf dan limpahan karunia Allah swt.

10) Abdullah Tusturi; mahabbah ialah tanda cinta manusia kepada Allah dengan banyak menyebut nama yang dicintai dan yang demikian itu tidak akan tertanam dalam hati, melainkan sudah mencapai tingkat tasdiq dan tahkik, sehingga ia selalu bertaubat kepadaNya.

Dengan uraian tersebut kita dapat memperoleh pemahaman bahwa mahabbah adalah suatu keadaan jiwa yang mencintai Tuhan sepenuh hati, sehingga yang sifat-sifat yang dicintai (Tuhan) masuk ke dalam diri yang dicintai. Tujuannnya adalah untuk memperoleh kesenangan batiniah yang sulit dilukiskan dengan kata-kata, tetapi hanya dapat dirasakan oleh jiwa. Selain itu uraian di atas juga menggambarkan bahwa mahabbah adalah merupakan hal yaitu keadaan mental, seperti perasaan senang, perasaan sedih, perasaan takut dan sebagainya. Hal bertalian dengan maqam, karena hal bukan diperoleh atas usaha manusia, tetapi terdapat sebagai anugerah dan rahmat dari Tuhan. Dan berlainan pula dengan maqam, hal bersifat sementara, datang dan pergi, datang dan pergi bagi seorang sufi dalam perjalanannya mendekati Tuhan.

Sementara itu ada pula pendapat yang mengatakan bahwa al-Mahabbah adalah satu istilah yang hampir selalu berdampingan dengan ma’rifah, baik dalam kedudukannya maupun dalam pengertiannya. Kalau ma’rifah adalah merupakan tingkat pengetahuan kepada Tuhan melalui mata hati (al-qalb), maka mahabbah adalah perasaan kedekatan dengan Tuhan melalui cinta (roh). Seluruh jiwanya terisi oleh rasa kasih dan cinta kepada Allah. Rasa cinta itu tumbuh karena pengetahuan dan pengenalan kepada Tuhan sudah sangat jelas dan mendalam, sehingga yang dilihat dan dirasa bukan lagi cinta, tetapi diri yang dicintai. Oleh karena itu, menurut al-Ghazali, mahabbah itu manifestasi dari ma’rifah kepada Tuhan.

Pendapat yang terakhir ini ada juga benarnya jika dihubungkan dengan tingkatan mahabbah sebagaimana dikemukakan di atas. Apa yang disebut sebagai ma’rifah oleh al-Ghazali itu pada hakikatnya sama dengan mahabbah tingkat kedua sebagai dikemukakan al-Sarraj di atas, sedangkan mahabbah yang dimaksud adalah mahabbah tingkat ketiga. Dengan demikian kedudukan mahabbah lebih tinggi dari ma’rifah.

ALAT UNTUK MENCAPAI MAHABBAH

Dapatkah manusia mencapai mahabbah seperti disebutkan di atas? Para ahli tasawuf menjawabnya dengan menggunakan pendekatan psikologi, yaitu pendekatan yang melihat adanya potensi rohaniah yang ada dalam diri manusia. Harun Nasution, dalam bukunya Falsafah dan Mistisis dalam Islam mengatakan, bahwa alat untuk memperoleh ma’rifah oleh sufi disebut sir ( سرّ ). Dengan mengutip pendapat al-Qusyairi, Harun Nasution mengatakan bahwa dalam diri manusia ada tiga alat yang dapat dipergunakan untuk berhubungan dengan Tuhan. Pertama, al-qalb(  القلب ) hati sanubari, sebagai alat untuk mengetahui sifat-sifat Tuhan. Kedua, roh ( الروح ) sebagai alat untuk mencintai Tuhan. Ketiga sir  ( سر ), yaitu alat untuk melihat Tuhan. Sir lebih halus dari pada roh, dan roh lebih halus dari qalb. Kelihatannya sir bertempat di roh, dan roh bertempat di qalb, dan sir timbul dan dapat menerima iluminasi dari Allah, kalau qalb dan roh telah suci sesuci-sucinya dan kosong-sekosongnya, tidak berisi apa pun.

Dengan keterangan tersebut, dapat diketahui bahwa alat untuk mencintai Tuhan adalah roh, yaitu roh yang sudah dibersihkan dari dosa dan maksiat, serta dikosongkan dari kecintaan kepada segala sesuatu, melainkan hanya diisi oleh cinta kepada Tuhan.

Roh yang digunakan untuk mencintai Tuhan itu telah dianugerahkan Tuhan kepada manusia sejak kehidupannya dalam kandungan ketika umur empat bulan. Dengan demikian alat untuk mahabbah itu sebenarnya telah diberikan Tuhan. Manusia tidak tahu sebenarnya hakikat roh itu. Yang mengetahui hanyalah Tuhan. Allah berfirman:

وَيَسْئَلُوْ نَكَ عَنِ الرُّوْحِ قُلِ الرُّوْحُ مِنْ اَمْرِ رَبِّيْ وَمَااُوْتِيْتُمْ مِّنَ االْعِلْمِ اِلَّا قَلِيْلًا
Artinya:
Mereka itu bertanya kepada Engkau (Muhammad) tentang roh, katakanlah bahwa roh itu urusan Tuhan, tidak kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit sekali. (QS. Al-Isra’, 17:85).

فَاِذَا سَوَّيْتُهُ وَنَفَخْتُ فِيْهِ مِنْ رُّوْحِيْ فَقَعُوْلَهُ سَجِدِيِنَ

Artinya:
Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniupkan ke dalamnya roh (ciptaan) Ku, maka tunduklah kamu kepada-Nya dengan bersujud. (QS. Al-Hijr, 15:29)

Selanjutnya di dalam hadis pun diinformasikan bahwa manusia itu diberikan roh oleh Tuhan, pada saat manusia berada dalam usia empat bulan didalam kandungan. Hadis tersebut selengkapnya berbunyi:

اِنَّ النَّا سَ يُجْمَعُ خَلْقُهُ فِى بَطْنِ اُمِّهِ اَرْ بَعِيْنَ يَوْمًا نُطْفَةً ثُمَّ يَكُوْنَ عَلَقَةً مِّثْلَ ذَ لِكَ ثُمَّ يَكُوْنَ مُضْغَةً مِّثْلَ ذَلِكَ ثُمَّ يُرْ سَلُ اِلَيْهِ الْمَلَكَ فَيَنْفُخُ فِيْهِ الرُّوْحُ

Sesungguhnya manusia dilakukan penciptaannya dalam kandungan ibunya, selama empat puluh hari dalam bentuk nutfah (segumpal darah), kemudian menjadi alaqah (segumpal daging yang menempel) pada waktu yang juga empat puluh hari, kemudian dijadikan mudghah (segumpal daging yang telah berbentuk)  pada waktu yang juga empat puluh hari, kemudian Allah mengutus malaikat untuk menghembuskan roh kepadanya (HR. Bukhari-Muslim)

Dua ayat dan satu hadis tersebut diatas selain menginformasikan bahwa manusia dianugerahi roh oleh Tuhan, juga menunjukkan bahwa roh itu pada dasarnya memiliki watak tuduk dan patuh pada Tuhan. Roh yang wataknya demikian itulah yang digunakan para sufi untuk mencintai Tuhan.

TOKOH YANG MENGEMBANGKAN MAHABBAH


Nama lengkapnya ialah Ummu Al-Khair Rabi’ah Binti Ismail Al-Adawiyah Al-Qisiyah. Dia lahir di Basrah pada tahun 96 H/713 M. Ia hidup antara tahun 713-801 H. Sumber lain menyebutkan bahwa ia meninggal dunia dalam tahun 185 H/796 M. Rabi’ah al-Adawiyah adalah seorang zahid perempuan yang amat besar dari Bashrah, di Irak. Dia berasal dari keluarga sejahtera tetapi hidup sederhana. Dari kecil dia tinggal di kota kelahirannya. Di kota ini Ummu Rabi’ah Al-Adawiyah sangat harum namanya sebagai seorang manusia suci dan sangat dihormati oleh orang-orang dikotanya.

Hampir seluruh literatur bidang tasawuf menyebutkan bahwa tokoh yang memperkenalkan ajaran mahabbah ini adalah Rabi’ah al-Adawiyah. Hal ini didasarkan pada ungkapan-ungkapannya yang menggambarkan bahwa ia menganut paham tersebut.

Menurut riwayatnya ia adalah seorang hamba yang kemudian dibebaskan. Dalam hidup selanjutnya ia banyak beribadat, bertaubat dan menjauhi hidup duniawi. Ia hidup dalam kesederhanaan dan menolak segala bantuan material yang diberikan orang kepadanya. Dalam berbagai doa yang dipanjatkannya ia tak mau meminta hal-hal yang bersifat materi dari Tuhan. Ia betul-betul hidup dalam keadaan zuhud dan hanya ingin berada dekat dengan Tuhan.

Ia terkenal sebagai Ulama Shufi wanita yang mempunyai banyak murid dari kalangan wanita pula. Rabi’ah menganut ajaran zuhud dengan menonjolkan falsafah hubb (cinta) dan syauq (rindu) kepada Allah. Salah satu pernyataannya yang melukiskan falsafah hubb dan syauq yang mewarnai kehidupannya adalah :

ماَعَبَدْ تُهُ خَوْفًامِنْ نَا رِهِ وَلَاطَمْعًافِىْ جَنَّتِهِ فَاَ كُوْنَ كَالْأَجِيْرِالسُّوْءِ=عَبَدْ تُهُ حُبًّا لَهُ وَشَوْقًااِلَيْهِ

Artinya: Saya tidak menyembah Allah karena takut kepada neraka-Nya, dan tidak pula tamak (untuk mendapatkan) syurga; (karena hal itu) akan menjadikan saya seperti pencuri imbalan yang berakhlaq buruk. (Ketahuilah), bahwa saya menyembah-Nya karena cinta dan rindu kepada-Nya.
Di antara ucapannya yang terkenal tentang zuhd ialah-sebagaimana diriwayatkan oleh al-Hujwiri dalam kitabnya Kasyf al-Mahjub:
“Suatu ketika aku membaca cerita bahwa seorang hartawan berkata pada Rabi’ah: ‘Mintalah kepadaku segala kebutuhanmu!’ Rabi’ah menjawab: ‘Aku ini begitu malu meminta hal-hal duniawi kepada Pemiliknya. Maka bagaimana bisa aku meminta hal itu kepada orang yang bukan Pemiliknya?”
Di antara ucapan-ucapannya yang menggambarkan tenteng konsep zuhd yang dimotivasi rasa cinta adalah:
 “Wahai Tuhan! Apa pun bagiku dunia yang Engkau karuniakan kepadaku, berikanlah kepada musuh-musuhMu. Dan apa pun yang Engkau akan berikan padaku kelak di akhirat, berikan saja pada teman-temanMu. Bagiku, Engkau pribadi sudah cukup.”
Riwayat lain menyebutkan bahwa ia selalu menolak lamaran-lamaran pria salih, dengan mengatakan: “Akad nikah adalah bagi pemilik kemaujudan luar biasa. Sedangkan pada diriku hal itu tidak ada, karena aku telah berhenti maujud dan rela lepas dari diri. Aku maujud dalam Tuhan dan diriku sepenuhnya milik-Nya. Aku hidup dalam naungan firman-Nya. Akad nikah mesti diminta dari-Nya, bukan dariku”. Rabi’ah tenggelam dalam kesadaran kedekatan dengan Tuhan. Ketika sakit ia berkata kepada tamu yang menanyakan sakitnya: “Demi Allah aku tak merasa sakit, lantaran surga telah ditampakkan bagiku sedangkan aku merindukannya dalam hati, dan aku merasa bahwa Tuhanku cemburu kepadaku, lantas mencelaku. Dialah yang dapat membuatku bahagia.”

Cinta Rabi’ah yang tulus tanpa mengharapkan sesuatu pada Tuhan, terlihat dari ungkapan doa-doa yang disampaikannya. Ia misalnya berdoa “Ya Tuhanku, bila aku menyembah-Mu lantaran takut kepada neraka, maka bakarlah diriku dalam neraka; dan bila aku menyembah-Mu karena mengharapkan surga, maka jauhkanlah aku dari surga; namun jika aku menyembah-Mu hanya demi Engkau, maka janganlah Engkau tutup Keindahan Abadi-Mu.
 يَاحَبِيْبَ الْقَلْبِ مَالِى سِوَاكَا
فَارْ حَمِ الْيَوْمَ مُذْ نِيًا قَدْ اَتَا كَا               
  يَا رَجَائِى وَرَاحَتِى وَسُرُوْرِيْ
قَدْأَبَى الْقَلْبُ اَنْ يُحِبَّ سِوَاكَا                
Buah hatiku, hanya Engkaulah yang kukasihi. Beri ampunlah pembuat dosa yang datang kehadirat-Mu. Engkaulah harapanku, kebahagiaan dan kesenanganku. Hatiku telah enggan mencintai selain dari Engkau.
Atas syair-syair tersebut, al-Ghazali mengatakan: “Barangkali yang ia maksud dengan cinta kerinduan itu ialah cinta kepada Tuhan, karena kasih sayang, rahmat dan iradah Allah telah sampai kepadanya”. Karena Allah telah menganugerahkan roh, sehingga ia dapat menyebut dan dekat dengan-Nya.

Syair-syair tersebut ia ucapkan pada saat telah datang keheningan malam dengan gemerlapnya bintang, tertutupnya pintu-pintu istana raja dan orang-orang telah terbuai dalam tidurnya. Waktu malam sengaja dipilih karena pada waktu itulah roh dan daya rasa yang ada dalam diri manusia tambah meningkat dan tajam, tak ubahnya seorang yang bercinta yang selalu mengharapkan waktu-waktu malam untuk selalu bersamaan.

Hal ini dapat dilihat dalam ungkapan-ungkapannya yang ia cetuskan melalui gubahan kata yang indah, antara lain:
الهى اغر قنى فى حبك حتى لا يشغلنى شىء عنك
الهى انا رت النجوم نا مت الحيون وغلقت الملوك
ابوابها وخلا كل حبيب يحبيبه وهذا مقا مى
بين يديك الهى هذا الليل قدادبر وهذاالنحار
قداسفر فليت شعرى اقبلت منى ليلتى فأ هنا
ام رد تها على فأ عز نى فو عز تك هذا دأ ب
مااحييتنى وعز تك لو طر د تنى عن ببك
مابرحت عنه لما وقع فى قلبى من محبتك

Tuhanku, aku terbenam dalam kasihku pada-Mu, tiada sesuatu yang melenyapkan ingatanku pada-Mu. Tuhanku, cahaya bintang gemerlapan, orang-orang pada tidur lelap dan pintu istana ditutup rapat, yang saling mencinta telah asyik berduaan, sedangkan aku kini bersimpuh di hadirat-Mu. Tuhanku, malam kini telah berlalu, siang akan segera menyusul, aku gelisah gundah gulana, apakah amalku Engkau terima yang membuatku bahagia, ataukah Engkau tolak yang akan membuatku nestapa. Demi kemahaperkasaan-Mu ya Tuhan, aku akan terus mengabdi pada-Mu selama hayatku. Seandainya Engkau usir aku dari ambang pintu-Mu aku takkan beranjak karena cintaku pada-Mu telah membelenggu jiwaku.

Demikianlah ungkapan cinta Rabi’ah kepada Allah yang telah merasuk sukmanya sehingga segala aktivitas nya tertuju hanya kepada-Nya. Selanjutnya ia bersenandung:
ياحبيب القلب مالى سواكا- فارحم اليوم
مذ نبا اتاك يارجائ وراحتى وسرورى-
قدابى القلب ان يحب سواكا

Kasihku, hanya Engkau harap dambaku, Alirkan karunia-Mu bagiku yang bernoda, Kaulah harapanKu, kedamaianKu, kebahagiaanKu, Hatiku hanya pada-Mu semata.

Tampak jelas bahwa cinta Rabi’ah al-Adawiyah kepada Allah begitu penuh meliputi dirinya, sehingga sering membuatnya tidak sadarkan diri karena hadir bersama Allah, seperti terungkap dalam larik syairnya:
Kujadikan Kau teman berbincang dalam kalbu
Tubuhku pun biar berbincang dengan temanku
Dengan temanku tubuhku berbincang selalu
Dalam kalbu terpancang selalu Kekasih cintaku
Dalam lariknya yang lain, lebih tampak lagi cintanya Rabi’ah terhadap Allah. Dalam mengungkapkan rasa cintanya ini, dia bersenandung:
احبك حبين حب الهوى وحب لا نك أهل
لذاكا فاما الذى هو حب الهوى فشغلنى بذ كرك
عمن سواك وأما الذى انت أهل له فكشفك
لى اكحجب حت اراكا فلا احمد فى ذاولا ذاكا
لى وكن لك احمد فى ذا و ذاكا
                 
Aku cinta Kau dengan dengan dua model cinta
Cinta rindu dan cinta karena Kau layak dicinta
Adapun cinta rindu, karena hanya Kau kukenang selalu, bukan selainMu
Adapun cinta karena Kau layak dicinta,karena Kau singkapkan tirai sampai Kau nyata bagiku
Bagiku, tidak ada puji untuk ini dan itu.
Tapi sekalian puji hanya bagiMu selalu.

MAHABBAH DALAM AL-QUR’AN DAN HADIS

Paham mahabbah sebagaimana disebutkan di atas mendapatkan tempat di dalam al-Qur’an. Banyak ayat-ayat dalam al-Qur’an yang menggambarkan bahwa antara manusia dengan Tuhan dapat saling bercinta. Misalnya ayat yang berbunyi:
قُلْ اِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّوْنَ اللهَ فَا تَّبِعُوْنِيْ يُحْبِبْكُمُ اللهُ

Jika kamu cinta kepada Allah, maka turutlah aku dan Allah akan mencintai kamu. (QS. Ali ‘Imran, 3: 30)
يَأْ تِى اللهُ بِقَوْمٍ يُّحِبُّهُمْ وَيُحِبُّوْ نَهُ

Allah akan mendatangkan suatu umat yang dicintai-Nya dan yang mencintai-Nya. (QS. Al-Maidah, 5: 54).
Di dalam hadis juga dinyatakan sebagai berikut:
وَلَا يَزَالُ عَبْدِ ى يَتَقَرَّبُ إِ لَيَّ بِا لنَّوَا فِلِ حَتَّى اُحِبَّهُ وَمَنْ اَحْبَبْتُهُ كُنْتُ لَهُ سَمْعًا وَ بَصَرًا وَيَدًا

Hamba-Ku senantiasa mendekatkan diri kepada-Ku dengan perbuatan-perbuatan hingga Aku cinta padanya. Orang yang Kucintai menjadi telinga, mata dan tangan-Ku.

Kedua ayat dan satu hadis tersebut diatas memberitakan petunjuk bahwa antara manusia dan Tuhan dapat saling mencintai, karena alat untuk mencintai Tuhan, yaitu roh adalah berasal dari roh Tuhan. Roh Tuhan dan roh yang ada pada manusia sebagai anugerah Tuhan bersatu dan terjadilah mahabbah. Ayat dan hadis tersebut juga menjelaskan bahwa pada saat terjadi mahabbah diri yang dicintai telah menyatu dengan yang mencintai yang digambarkan dalam telinga, mata dan tangan Tuhan. Dan untuk mencapai keadaan tersebut dilakukan dengan amal ibadah yang dilakukan dengan sungguh-sungguh.